Sabtu, 19 Februari 2011

PENANGANAN KORBAN MENINGGAL PADA BENCANA


Penanganan korban meninggal pada kondisi normal dan bencana sangatlah berbeda,untuk itu perlu dibuat alur yang jelas sehingga korban meninggal dapat segera dilakukan proses identifikasi untuk mengetahui siapa korban tersebut.
Masalah yang sering muncul pada saat kondisi bencana ada 3 hal penting :
1.Korban meninggal dalam jumlah yang besar
2.Kesulitan transportasi pada daerah tersebut (darat ,laut, udara)
3.Membutuhkan kordinasi dengan department lainnya
Pertanyaan yang sering muncul adalah “ mengapa korban meninggal tetap harus dilakukan manajemen?”
Tujuan dari manajemen korban meninggal itu sendiri ada 2
1. Identifikasi
Identifikasi merupakan hak asasi setiap manusia
2. Investigasi
Investigasi dilakukan untuk mengetahui sebab sebab kematian dan untuk dilakukan langkah langkah preventif
Dalam menangani korban meninggal tentu sangat berbeda dengan menangani korban yang masih hidup,untuk korban meninggal perlu dilakukan prosedur sebagai berikut
· Meninjau lokasi kematian
Tahap pertama adalah meninjau lokasi kematian,langkah awal yang harus dilakukan adalah memasang police border line (garis kuning polisi),setelah dipastikan lokasi sudah “steril” maka mulai dilakukan evakuasi,kemudian dari semua korban yang dievakuasi dilakukan labeling tau pemberian identitas sementara
· Mengumpulkan data post mortem
Tahap kedua yaitu dengan membaringkan jenazah di meja kemudian diperiksa dari ujung rambut sampai ujung kaki,dan dari luar ke dalam ( dari pakaian terluar sampai organ dalam dengan melakukan pembedahan apabila diperlukan atau disebut juga autopsy)
Data yang diambil meliputi,
1.Foto
2.Catatan pemerkisaan
3.Sidik jari
4.Foto rontgen
5.Odontology forensik (pemeriksaan gigi)
6.Sampel DNA
· Mengumpulkan data ante mortem
Tahap ketiga dengan cara mengumpulan data post mortem dilakukan di department forensic,dengan cara membuka informasi tentang orang hilang terlebih dahulu,kemudian dari data orang orang hilang tersebut maka dilakuakan pengumpulan data dari pihak keluarga yang berupa
1.Data keluarga ( foto sebelum meninggal.ciri fisik,baju yang dipakai,dsb)
2.Property yang biasa dia gunakan ( anting,kalung,gelang,cincin)
· Membandingkan data post mortem dan ante mortem
Tahap keempat yaitu pengumpulan dari data antemortem dan post mortem kemudian dilakukan rekonsiliasi atau dibandingkan dan membuat kesimpulan tentang identitas jenazah dari data yang ada.
Primer :
1.Sidik jari
2.Profil gigi
3.DNA
Sekunder
1.Visual
2.Fotografi
3.Property
4.Medik anthropology
Apabila ditemukan minimal 1 data primer yang cocok berarti dapa disimpulkan hasilnya valid.
· Mengembalikan kepada keluarga
Pada tahap yang terakhir,Setelah ditentukan identitas jenazah,maka dilakauka pemulangan jenazah dengan tahapan,
1. Pemulihan bentuk tubuh jenasah atau disebut care and recontruction to best cosmetic yaitu dengan memperbaiki kondisi pasien agar lebih baik saat dilihat oleh keluarga,hal ini biasanya dilakukan dengan menjahit bagian tubuh yang sobek,mengembalikan bentuk wajah,dan menyatukan bagian bagian tubuh yang terpisah menjadi satu bagian yang utuh)
2. Mengurus medicolegal dan adminstrasi yang dapat berupa sertifikat kematian dan isuransi.
Pada prinsipnya indicator keberhasilan dalam identifkasi "bukan seberapa cepat tim forensic dapat bekerja tapi seberapa akurat" mereka dalam menetukan identifikasi yang tepat.

HUKUM PRAKTIK KEDOKTERAN

Setiap tindakan yang dilakukan di Indonesia,harus berlandaskan dengan hukum yang berlaku dan yang sah.Begitu juga dengan kebijakan dan tindakan didalam praktik kedokteran.Sehingga sudah seharusnya para petugas kesehatan memahami dan mematuhi tentang aspek medicolegal praktik kedokteran.Semuanya diatur di undang – undang no 9/2004 yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan undang undang praktik kedokteran (UUPK) .
Tujuan UUPK secara garis besar ada 3 yaitu :
  • Member perlindungan pada pasien dan dokter
  • Memberi kepastian hukum baik pada pasien maupun dokter
  • Menjaga dan meningkatkan kualitas mutu pelayanan
Untuk tercapainya tujuan diatas maka pemerintah membentuk 2 badan independent
  • Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
  • Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
Badan ini terpisah namun dalam menjalankan tugasnya akan selalu berhubungan dan saling mempengaruhi,sehingga keduanya harus berjalan beriringan supaya semuanya dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.
Tugas KKI sendiri ada 2 :
  • Meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga masyarakat merasa dilindungi dan merasa ada jaminan.
  • Sedangkan fungsi KKI meliputi pengaturan,pengesahan,penetapan dan pembinaan.
Sedangkan tugas dari MKDKI ada 3 :
  • Mengatur kedisiplinan dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan
  • Menerima pengaduan,memeriksa,memutuskan kasus kasus pelanggaran,baik pelanggaran medis maupun etika
  • Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
Setelah ada fungsi masing masing yang jelas,maka hal ini akan memudahkan kita sebagai dokter apabila mendapatkan kasus kasus yang berhubungan dengan hukum.



~kn

Jumat, 18 Februari 2011

Stres Terkait Bencana Alam : Insiden, Tanda Tanda Stres, Serta Penanganan Stres

Kesedihan, kehilangan, kekecewaan, dan trauma adalah kata-kata yang melekat ketika bencana melanda. Secercah cahaya sangat diperlukan agar korban sembuh dan bisa melanjutkan hidup kembali pasca bencana.
Rangkaian bencana alam yang terjadi di Indonesia, yaitu banjir bandang di Wasior, tsunami di Mentawai, dan erupsi Gunung Merapi telah menelan ratusan korban meninggal, hilang, maupun luka-luka. Kerugian material dan immaterial yang besar berdampak pada kesehatan psikis dan somatis bagi korban bencana dan keluarganya. Tulisan ini menguraikan dampak bencana dari sudut pandang kedokteran/kesehatan dengan fokus pada dampak psikologis dan somatis berupa stres dan penyakit kardiovaskuler (jantung-pembuluh darah), yang meliputi patofisiologi, insiden, cara mengenali, dan cara menanganinya.

Gangguan homeostasis akibat stres pada korban bencana alam

Semua makhluk hidup menjaga keseimbangan dinamis yang kompleks (homeostatis), yang selalu dipengaruhi oleh pengaruh kuat dari dalam maupun luar tubuh (stressor). Sehingga, stres didefinisikan sebagai kondisi di mana homeostasis terganggu atau dinilai terganggu. Respon adaptasi psikologis dan perilaku yang kompleks mengembalikan kondisi stres menjadi homeostasis.
Respon terhadap stres diatur oleh sistem stres yang terletak di sistem saraf pusat (otak) dan organ perifer. Sistem stres pusat meliputi hypothalamic corticotrophin-releasing hormone (HCTH) dan brain-derived norepinephrine. Kelainan sistem stres, misalnya karena stressor yang berlebihan, dapat mengakibatkan gangguan psikologis, hormonal, metabolisme, sistem imun, dan kardiovaskuler (jantung-pembuluh darah). Perkembangan dan tingkat keparahan gangguan sistem stres tergantung faktor genetik, epigenetik, ketahanan individu terhadap stres, terjadinya paparan stressor pada saat masa pertumbuhan, adanya faktor lingkungan yang melindungi atau memperberat, serta waktu, berat, dan durasi stres.
Stres dapat menyebabkan kondisi patologis (tidak normal) secara akut (segera) atau kronik (lama dan menetap) pada individu yang rentan. Patogenesis (proses terjadinya penyakit) dari gangguan akut akibat stres dikaitkan dengan meningkatnya sekresi mediator stres (corticotropin-releasing hormone (CRH)) pada individu yang rentan. Sekresi CRH mengakibatkan degranulasi sel mast, dan memicu reaksi alergi pada organ rentan, misalnya pada paru-paru berupa asma atau pada kulit berupa eksim. Peningkatan CRH pada otak menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan permeabilitas sawar darah otak dengan gejala berupa migraine (karena pelebaran pembuluh darah meningeal otak), panik atau serangan psikotik (karena aktifnya respon takut pada sistem amigdala otak). Gangguan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi) disebabkan oleh stres yang menginduksi sistem syaraf simpatis atau parasimpatik secara berlebihan. Patogenesis gangguan kronis akibat stress dapat dijelaskan oleh adanya sekresi CRH berlebihan dan menetap jangka panjang yang mempengarui sistem homestasis.

Stres terkait bencana alam

Insiden

Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan berkepanjangan terhadap kesehatan fisik maupun psikologis pada korban bencana yang selamat. Stres pasca tauma (posttraumatic stress disorder (PTSD)) merupakan kelainan psikologis yang umum diteliti setelah terjadinya bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan ingatan secara permanen terkait kejadian traumatik, perilaku menghindar dari rangsangan terkait trauma, dan mengalami gangguan meningkat terus-menerus. Angka kejadian PSTD pada korban yang mengalami bencana langsung yang selamat kurang lebih 30% sampai 40%. Pengamatan pada 262 korban tsunami di Aceh menunjukkan bahwa 83,6% mengalami tekanan emosi berat dan 77,1% menunjukkan gejala depresi. Tekanan emosi berat tersebut terkait degan jumlah orang yang meninggal karena tsunami dalam keluarga responden.

Tanda-tanda stres terkait bencana alam

Secara umum, dampak bencana akan direspon dengan cara yang berbeda oleh tiap korban. Beberapa orang mungkin mengalami dan mengekpresikan reaksi yang sangat kuat, sedangkan lainnya hanya reaksi yang sangat ringan. Ada yang mengalami reaksi segera setelah kejadian, sementara ada pula yang baru mengalami reaksi beberapa hari, minggu, atau bulan setelah kejadian. Reaksi seseorang mungkin pula berubah setiap saat.
Tanda-tanda stres pada orang dewasa

Reaksi emosi terhadap bencana sangat wajar terjadi yang mencakup: perasaan tumpul (mati rasa), sedih, gelisah, marah, berduka, sensitif, pupus harapan, dan kecewa.Konsultasi kesehatan mental perlu dipertimbangkan apabila reaksi yang muncul menetap, memburuk, atau mengakibatkan gangguan fungsi perawatan diri ataupun pekerjaan

Tanda-tanda stres pada anak-anak

Bencana alam bisa memicu munculnya rasa ketakutan, kebingungan, dan ketidakamanan pada anak-anak. Beberapa bentuk ketakutan yang dialami oleh sebagian besar anak adalah: (1) kejadian terulang lagi, (2) orang terdekatnya akan meninggal atau terluka, dan (3) mereka ditinggal sendiri atau terpisah dari keluarga. Pada sebagian besar anak, reaksi terhadap bencana alam berlangsung dalam waktu singkat dan merupakan reaksi normal terhadap “kejadian tidak normal”. Sebagian kecil dari mereka dapat mengalami tekanan psikologis berat.





Penanganan stres terkait bencana alam

Mengatasi stres terkait bencana alam pada orang dewasa

Cara setiap orang merespon bencana alam bervariasi, dan perlu diingat bahwa cara yang mereka ekspresikan tidak yang ada salah atau benar. Berikut ini adalah cara-cara untuk mengurangi/mengatasi stres terkait bencana.
  1. Membicarakan dengan seseorang tentang perasaan yang dirasakan (marah, sedih, dan perasaan lain), meskipun mungkin sulit.
  2. Mencari pertolongan dari konselor profesional yang berurusan dengan stres pasca bencana.
  3. Menghindari sikap membebani diri dengan tanggung jawab atas peristiwa bencana, atau putus asa karena merasa tidak bisa membantu secara langsung dalam kerja menangani bencana.
  4. Mengusahakan cara penyembuhan secara fisik dan psikologis dengan pola makan sehat, istirahat, olahraga, relaksasi, dan meditasi.
  5. Menjaga kondisi keluarga dan rutinitas sehari-hari secara normal, membatasi menuntut tanggung jawab pada diri sendiri dan keluarga.
  6. Meluangkan waktu dengan keluarga dan teman-teman.
  7. Berpartisipasi dalam acara-acara “kenangan”.
  8. Bergabung dalam kelompok-kelompok pendukung (keluarga, teman, dan lembaga keagamaan).
  9. Memastikan dan menyiapkan diri sewaktu-waktu bencana datang lagi dengan persediaan material menghadapi bencana dan memperbarui rencana keluarga menghadapi bencana.

Cara memahami dan membantu anak-anak mengatasi stres terkait bencana alam

Reaksi anak-anak dipengaruhi oleh perilaku, pikiran dan perasaan orang dewasa. Orang dewasa sebaiknya memotivasi anak dan remaja supaya mengutarakan pikiran dan perasaan mereka tentang kejadian bencana. Klarifikasi kesalahpahaman mereka tentang risiko dan bahaya denga cara mendengarkan apa yang menjadi perhatian mereka dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Pertahankan perasaan tenang dengan meluruskan perhatian dan persepsi anak-anak dan dengan mendiskusikan rencana nyata untuk penyelamatan. Pertanyaan dari anak kecil cukup di jawaban dengan singkat tanpa elaborasi seperti untuk anak yang lebih besar atau remaja. Jika anak kesulitan mengekspresikan perasaannya, arahkan mereka mengungkapkannya dengan cara menggambar atau menceritakan apa yang terjadi. Diperlukan upaya untuk memahami apa yang menyebabkan kecemasan dan ketakutan pada anak.
Stres banyak ditemukan pada korban bencana, baik segera setelah kejadian maupun dalam jangka waktu lama sesudahnya. Telah diuraikan insiden, patofisiologi dan penanganan stres pada korban bencana. Hal ini dapat menjadi masukan pengetahuan bagi pihak-pihak yang mengelola penanganan korban bencana, baik pengambil kebijakan maupun pelaksana di lapangan seperti dokter, paramedis ataupun petugas/relawan kemanusiaan lainnya.


~kn

Prinsip Dasar Manajemen Bencana

Pengertian Bencana
World Health Organization mendefinisikan bencana sebagai "fenomena ekologis cukup besar yang terjadi tiba-tiba sehingga membutuhkan bantuan dari luar." The American College of Emergency Physicians (ACEP) menyatakan bahwa sebuah bencana telah terjadi "ketika kekuatan merusak dari alam atau buatan manusia melampaui sebuah area atau komunitas tertentu untuk mendapatkan perawatan kesehatan." 
Definisi lain juga ada, namun secara umum menyebutkan bahwa ada kekacauan besar sehingga organisasi, infrastruktur dan sumber daya setempat tidak dapat kembali seperti sedia kala setelah kejadian tersebut tanpa bantuan dari pihak luar.
Menurut UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

Manajemen bencana merupakan suatu disiplin ilmu yang menyangkut seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana, yang bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3) memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomi. Bidang ilmu ini berhubungan dengan persiapan sebelum terjadi bencana, tanggap bencana (mis. evakuasi gawat darurat, karantina, dekontaminasi massa, dll) serta mendukung dan membangun kembali masyarakat setelah bencana alam atau bencana buatan manusia terjadi. Jadi manajemen gawat darurat merupakan proses berkelanjutan dimana semua individu, kelompok dan komunitas mengelola risiko dalam usaha untuk menghindari atau memperbaiki akibat bencana yang merupakan hasil dari risiko.

Tahapan Manajemen Bencana

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi ke dalam tiga kegiatan utama, yaitu:Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan serta peringatan dini;
  1. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search and Rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
  2. Kegiatan pasca bencana yang kencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Referensi lain membagi proses manajemen gawat darurat menjadi empat tahap: mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan.

Kegiatan Pra Bencana
-   Mitigasi
Mitigasi merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah risiko-risiko yang ada berkembang menjadi bencana secara keseluruhan atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi efek bencana ketika terjadi. Tahap ini berbeda dari tahapan lain karena menitikberatkan pada langkah-langkah jangka panjang untuk megnurangi atau menghilangkan risiko. Tindakan-tindakan mitigatif dapat berupa struktural maupun non-struktural. Tindakan-tindakan struktural menggunakan penyelesaian teknologi seperti bendungan atau kanal untuk mengontrol banjir. Tindakan non-struktural mencakup legislasi, perencanaan penggunaan lahan dan asuransi. Mitigasi juga mencakup peraturan mengenai evakuasi, sanksi bagi yang menolak peraturan (seperti evakuasi wajib), dan mengkomunikasikan risiko potensial kepada masyarakat. Mitigasi merupakan metode yang murah untuk mengurangi dampak risiko, namun hal ini tidak selalu disukai. Implementasi strategi mitigasi dapat dipandang sebagai bagian proses pemulihan jika dilakukan setelah terjadi bencana.
Aktivitas yang mendahului mitigasi adalah identifikasi risiko. Penilaian risiko fisik merujuk kepada proses identifikasi dan evaluasi bahaya. Persamaan di bawah menunjukkan bahwa bahaya (hazard) dikalikan dengan kerentanan populasi terhadap bahaya tersebut (populations' vulnerability to that hazard) menghasilkan risiko. Semakin tinggi risiko, semakin perlu kerentanan tersebut dijadikan target usaha-usaha mitigasi dan kesiapsiagaan.
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
  1. Penilaian bahaya (hazard assessment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, kemungkinan kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
  2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
  3. Persiapan (prepraredness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktural), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur dari bencana (mitigasi struktural).
Mitigasi tidak hanya menyelamatkan jiwa dan mengurangi kerugian-kerugian harta benda, akan tetapi juga mengurangi konsekuensi merugikan dari bahaya-bahaya alam terhadap aktivitas-aktivitas dan institusi-institusi sosial. Jika sumber-sumber mitigasi terbatas, maka harus ditargetkan pada elemen-elemen yang paling rentan dan mendukung tingkat aktivitas masyarakat yang ada. Penilaian kerentanan merupakan aspek penting dari perencanaan mitigasi yang efektif. Kerentanan menunjukkan kerawanan terhadap kerusakan fisik dan kerusakan ekonomi dan kurangnya sumber-sumber daya untuk pemulihan yang cepat. Untuk mengurangi kerentanan fisik elemen-elemen yang lemah bisa dilindungi atau diperkuat. Sementara untuk mengurangi kerentanan institusi sosial dan aktivitas ekonomi, infratruktur perlu dimodifikasi atau diperkuat.

-         Kesiapsiagaan
Pada tahap kesiapsiagaan, pemerintah atau pihak berwenang mengembangkan rencana aksi ketika bencana terjadi. Langkah-langkah kesiapsiagaan yang umum dilakukan mencakup:
  • Rencana komunikasi dengan metode dan istilah yang mudah dimengerti
  • Perawatan dan pelatihan pelayanan gawat darurat yang memadai, termasuk sumber daya manusia massa seperti tim gawat darurat yang ada di masyarakat
  • Pengembangan dan pelatihan metode peringatan gawat darurat masyarakat digabung dengan tempat perlindungan gawat darurat serta rencana evakuasi
  • Cadangan, inventaris dan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan bencana
  • Mengembangkan organisasai masyarakat yang terdiri dari awam terlatih
Aspek lain dari kesiapsiagaan adalah perkiraan korban bencana, penyelidikan berupa berapa banyak korban jiwa atau cedera yang mungkin jatuh dari suatu kejadian bencana tertentu.
Perencanaan bencana dapat dibagi ke dalam perencanaan eksternal dan internal. Banyak komunitas yang memiliki rencana yang terinci yang ketika diuji ditemukan bahwa rencana tersebut berdasarkan asumsi yang keliru ataupun sama sekali tidak dapat diterapkan pada konteks respons awal.

Perencanaan Eksternal
Perencanaan penanggulangan bencana perlu dibuat dengan menggabungkan temuan di lapangan dengan teori ataupun penelitian mengenai bencana sehingga rencana bencana yang kadang dibuat berdasarkan asumsi yang keliru dan tidak terbukti kebenarannya tidak terjadi. Contohnya, para perencana secara logis berpikir bahwa pasien yang paling parah akan diangkut pertama kali pada saat bencana, pada kenyataannya hal ini tidak terjadi pada banyak kejadian.
Dalam mengembangkan rencana bencana, perlu diingat bahwa tidak mungkin untuk merencanakan semua kemungkinan; oleh karena itu, rencana harus relatif umum sehingga dapat dikembangkan. Sebagian besar bencana yang dapat ditangani menggunakan sumber daya lokal atau regional mengakibatkan korban jiwa kurang dari 100 dan kurang dari 500 cedera berat. Jika rencana dikembangkan untuk bencana skala yang lebih besar, rencana perlu fokus pada 48 jam pertama pasca bencana hingga bantuan nasional atau pusat dapat tiba dan mengatasi tingkat fatalitas yang tinggi selama 24 jam pertama.

Perencanaan Internal
Perencana bencana rumah sakit harus mempertimbangkan skenario yang telah dijelaskan sebelumnya, termasuk kemungkinan bahwa bencana dapat melibatkan rumah sakit. Untuk kejadian langka tersebut, aspek-aspek keterlibatan rumah sakit seperti dekontaminasi massa, triase multipel dan area pemeringkatan (staging area) di dalam rumah sakit, serta persediaan peralatan dan perlengkapan yang memadai harus diantisipasi. The Joint Comission on Accreditation of Hospitals (JCAHO) mensyaratkan rumah-rumah sakit untuk melatih rencana bencana secara berkala dan membentuk komisi bencana. Komisi ini perlu terdiri dari departemen penting dalam rumah sakit, termasuk administrasi, pelayanan keperawatan, keamanan, komunikasi, laboratorium, pelayanan dokter (termasuk tapi tidak terbatas pada kedokteran gawat darurat, bedah umum, dan radiologi), rekam medis serta perawatan mesin dan peralatan pendukung operasional rumah sakit.
Rencana bencana rumah sakit sebaiknya mencakup protokol dan kebijakan yang memenuhi kebutuhan berikut:
  • Pengenalan dan notifikasi
  • Penilaian kemampuan rumah sakit
  • Pemanggilan kembali petugas
  • Pembangunan pusat kendali fasilitas
  • Perawatan rekam medis yang akurat
  • Hubungan masyarakat
  • Penyediaan kembali kebutuhan rumah sakit


Kegiatan Saat Bencana

Respons
Tahap respons mencakup mobilisasi pelayanan gawat darurat dan first responders yang diperlukan ke tempat bencana. Hal ini mencakup gelombang pertama pelayanan gawat darurat inti seperti pemadam kebakaran, polisi, dan petugas medis beserta ambulans.
Rencana gawat darurat yang dilatih dengan baik yang dikembangkan sebagai bagian dari tahap kesiapsiagaan memungkinkan koordinasi penyelamatan yang efisien. Dimana diperlukan usaha search and rescue dapat dilakukan pada tahap awal. Tergantung cedera yang dialami, suhu di luar, dan akses terhadap udara dan air, sebagian besar korban bencanca akan mati dalam 72 jam setelah terjadi bencana.

Aktivasi

Notifikasi dan Respons Awal
Pada tahap ini, organisasi yang terlibat dalam respons bencana dan populasi yang mungkin terkena dampak diberitahukan. Jika bencana diantisipasi, tahap ini terjadi sebelum bencana. Ini berarti masuk ke dalam tahapan pra bencana. Banyak tempat di area bencana yang memerlukan waktu lebih dari 24 jam untuk melakukan evakuasi secara keseluruhan.
Pengaturan komando dan penilaian lokasi kejadian
Begitu tahap aktivasi telah dimulai, struktur komando dan staf yang telah diatur sebelumnya untuk merespons bencana perlu diatur kembali dan jaringan komunikasi awal dibangun. Ini merupakan salah satu langkah penting yang diambil begitu bencana terjadi. Secara historis, waktu berharga dapat hilang selama respons bencana pada saat sistem pusat berkoordinasi dengan usaha-usaha respons disiapkan. Selama tahap ini, laporan-laporan awal mengenai penilain lokasi kejadian keseluruhan mulai berdatangan. Untuk bencana yang statis, aset respons yang diperlukan mungkin perlu ditentukan. Kadang, fakta awal yang diketahui adalah bahwa bencana merupakan proses yang terus berjalan. Namun, bahkan fakta ini penting dalam menentukan apakan bantuan luar diperlukan, masih membutuhkan waktu untuk mengaktivasi sumber-sumber daya tersebut.

Implementasi

Search and Rescue
Tergantung pada struktur dan fungsi sistem komando, search and rescue dapat berada pada komando pemadam kebakaran, pelayanan gawat darurat medis, atau polisi atau suatu unit tersendiri. Pada insiden yang secara geografis tertutup, usaha search and rescue cenderung gamblang. Pada bencana yang lebih besar, khususnya yang tengah berlangsung atau melibatkan aktivitas terorisme, pendekatan kooperatif diperlukan dan aksi seach and rescue sendiri harus diorganisir untuk memastikan cakupan daerah yang cukup dan menyeluruh.
Ekstrikasi, triase, stabilisasi dan transpor
Di banyak negara ekstrikasi telah berevolusi menjadi fungsi dan tugas pemadam kebakaran. Sebagai tambahan tim khusus penyelamatan teknis dan perlindungan, pemadam kebakran lebih memiliki pengalaman dengan gedung runtuh dan bahaya sekunder (mis. banjir, kebakaran) dibanding organisasi lain.
Konsep triase melibatkan identifikasi dan pemilahan korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk meudian diberikan proritas untuk dirawat. Gambaran lengkap triase jauh di luar jangkauan tulisan ini. Petugas medis biasa memberikan perawatan yang ekstensif dan definitif untuk tiap pasien. Ketika bertemu dengan banyak pasien pada waktu bersamaan pada keadaan bencana, mudah untuk megnalami kewalahan, bahkan bagi pekerja bencana yang berpengalaman. Triase harus dilakukan pada tingkat berbeda dan pasien harus dinilai ulang setiap langkah dari proses itu.
Transpor korban harus diatur dan dijalankan untuk menyalurkan korban ke fasilitas yang mampu menerimanya. Berdasarkan pengalaman, mayoritas individu yang terluka berat dibawa hanya kepada satu atau dua fasilitas penerima, yang kemudian kewalahan. Ini terjadi ketika fasilitas lain siap menerima pasien.
Kegiatan Pasca Bencana
Pemulihan
Tujuan dari tahap pemulihan adalah mengembalikan daerah yang terkena bencana kembali ke keadaan semula. Hal ini berbeda dari tahap respons dalam hal fokus; usaha-usaha pemulihan berhubungan dengan masalah dan keputusan yang harus dibuat setelah kebutuhan penting dipenuhi. Usaha-usaha ini terutama berhubungan dengan aksi yang melibatkan pembangunan kembali bangunan yang hancur, pengerjaan kembali dan perbaikan infrastuktur penting lainnya. Aspek penting dari usaha pemulihan yang efektif adalah memanfaatkan 'jendela kesempatan' untuk mengimplementasikan langkah-langkah mitigatif yang mungkin kurang disukai. Penduduk dari daerah yang terkena bencana lebih mudah menerima perubahan mitigatif ketika bencana masih segar dalam ingatan.


~kn

Post Traumatic Stress Disorder

Definisi
Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah jenis gangguan kecemasan yang dipicu oleh peristiwa traumatis. Anda dapat menderita gangguan stress pasca-trauma saat Anda mengalami atau menyaksikan peristiwa yang menyebabkan ketakutan luar biasa, intens atau horor. 

Gejala
Tanda dan gejala gangguan stres pasca-trauma biasanya dimulai dalam tiga bulan dari peristiwa traumatik.  Gejala stres pasca-trauma biasanya dikelompokkan menjadi tiga jenis: memori intrusif, menghindar dan mati rasa, dan hyperarousal.
Gejala memori intrusif termasuk:
  • Kilas balik, atau menghidupkan kembali peristiwa traumatis
  • Mengganggu mimpi tentang peristiwa traumatik
Gejala penghindaran dan emosional mati rasa termasuk:
  • Mencoba untuk menghindar dari berpikir atau berbicara tentang peristiwa traumatik
  • Merasa mati rasa emosional
  • Menghindari kegiatan yang Anda pernah nikmati
  • Keputusasaan tentang masa depan
  • Memori masalah
  • Sulit berkonsentrasi
  • Kesulitan mempertahankan hubungan yang erat
Gejala kecemasan dan gairah emosional meningkat termasuk:
  • Lekas marah atau kemarahan
  • Besar rasa bersalah atau malu
  • Perilaku merusak diri, seperti minum terlalu banyak
  • Masalah tidur
  • Menjadi mudah terkejut atau takut
  • Mendengar atau melihat hal-hal yang tidak ada
Penyebab
Para peneliti masih mencoba untuk lebih memahami apa yang menyebabkan seseorang untuk mendapatkan gangguan stress pasca-trauma. Seperti penyakit mental yang lain, gangguan stress pasca-trauma mungkin disebabkan oleh campuran kompleks:
  • Riwayat predisposisi penyakit kejiwaan, terutama kecemasan dan depresi
  • Pengalaman hidup Anda, termasuk jumlah dan tingkat keparahan trauma Anda sudah terkena sejak anak usia dini
  • Aspek mewarisi kepribadian Anda - sering disebut temperamen Anda
  • Cara otak Anda mengatur bahan kimia dan hormon rilis tubuh Anda dalam respon terhadap stres
Faktor risiko
Wanita empat kali lebih besar dibandingkan laki-laki untuk mengembangkan PTSD. Para ahli percaya ini karena perempuan mengalami peningkatan risiko mengalami jenis kekerasan interpersonal - seperti kekerasan seksual - yang paling mungkin untuk menyebabkan PTSD. 

Komplikasi
Gangguan stres pasca-trauma dapat mengganggu seluruh hidup Anda: pekerjaan Anda, hubungan Anda dan bahkan menikmati kegiatan sehari-hari Anda.
PTSD juga dapat menempatkan Anda pada risiko yang lebih tinggi lainnya masalah kesehatan mental, termasuk:
  • Depresi
  • Penyalahgunaan obat
  • Penyalahgunaan alkohol
  • Gangguan makan
  • Bunuh diri pikiran dan tindakan
Selain itu, studi para veteran perang telah menunjukkan hubungan antara PTSD dan perkembangan penyakit medis, termasuk:
  • Penyakit kardiovaskular
  • Sakit kronis
  • Penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis dan penyakit tiroid
  • Kondisi otot
Tes dan diagnosis
Kriteria untuk gangguan stres traumatik-pos yang akan didiagnosis meliputi:
  • Anda mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa yang melibatkan kematian atau cedera serius, atau ancaman kematian atau cedera serius
  • Tanggapan Anda ke acara yang terlibat intens ketakutan, horor atau rasa tidak berdaya
  • Anda menghidupkan kembali pengalaman acara, seperti memiliki gambar menyedihkan dan kenangan, mengganggu mimpi, flashback, atau bahkan reaksi fisik
  • Anda mencoba untuk menghindari situasi atau hal-hal yang mengingatkan Anda tentang peristiwa traumatik atau merasa rasa mati rasa emosional
  • Anda merasa seolah-olah Anda terus-menerus berjaga-jaga atau waspada terhadap tanda-tanda bahaya, yang mungkin membuat Anda sulit tidur atau berkonsentrasi
  • Anda gejala berlangsung lebih dari satu bulan
  • Gejala menyebabkan distres penting dalam hidup Anda atau mengganggu kemampuan Anda untuk pergi tentang tugas-tugas normal Anda sehari-hari
Coping dan dukungan
Jika stres dan masalah lain yang disebabkan oleh peristiwa traumatis mempengaruhi kehidupan Anda, menemui ahli kesehatan Anda merupakan langkah penting pertama. Tapi Anda dapat mengambil tindakan untuk membantu diri Anda sendiri mengatasi ketika Anda melanjutkan dengan pengobatan untuk gangguan stress pasca-trauma. Hal yang dapat dilakukan meliputi:
  • Ikuti instruksi kesehatan profesional Anda. Walaupun mungkin diperlukan beberapa saat untuk merasakan manfaat dari terapi atau obat, kebanyakan orang sembuh. Ingatkan diri Anda bahwa itu butuh waktu. Penyembuhan tidak akan datang semalam.  
  • Jaga dirimu. Cukup istirahat, makan diet seimbang, olahraga dan mengambil waktu untuk bersantai. Hindari kafein dan nikotin, yang dapat memperburuk kecemasan.
  • Jangan mengobati diri sendiri,. Mengkonsumsi alkohol atau obat mati rasa Anda untuk menghilangkan perasaan tidak sehat meskipun mungkin cara yang menggoda untuk mengatasinya. Ini dapat menyebabkan lebih banyak masalah di jalan dan mencegah penyembuhan nyata.
  • Break siklus. Ketika Anda merasa cemas, ambil jalan cepat atau melakukan hobi untuk kembali fokus.
  • Berbicara dengan seseorang.
  • Pertimbangkan kelompok pendukung. Banyak komunitas yang telah kelompok dukungan diarahkan untuk situasi tertentu.

~kn